Pahlawan Pejuang Pendidikan di Indonesia - Indonesia memiliki segudang tokoh inspiratif yang tak kenal lelah memperjuangkan pendidikan. Mereka adalah para pejuang pendidikan Indonesia yang dedikasi dan pemikirannya terus dikenang hingga kini. Mari simak beberapa di antaranya:
Pahlawan Pejuang Pendidikan di Indonesia
1. Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara, yang terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, bukan hanya bangsawan biasa. Pangeran Jawa kelahiran tahun 1889 ini menjadi pelopor pembaharuan pendidikan di Indonesia. Menyaksikan sistem kolonial Belanda yang menghalang pendidikan yang layak untuk pribumi Indonesia, Ki Hadjar Dewantara menyalakan semangat seumur hidup untuk kesetaraan pendidikan.
Perjuangannya tidak sebatas kata-kata. Kecewa dengan sistem pendidikan kolonial, ia menjadi kritikus vokal pemerintahan kolonial melalui tulisan-tulisannya. Hal ini membuatnya dimusuhi oleh pemerintah Belanda, yang kemudian mengasingkannya karena aktivismenya.
Pada tahun 1922, pahlawan pejuang pendidikan Indonesia ini mendirikan Taman Siswa, sekolah revolusioner yang menekankan pengembangan kreativitas dan pemupukan rasa identitas Indonesia.
Filosofi Ki Hadjar Dewantara, yang tertuang dalam motto "Tut Wuri Handayani" (mengikuti dari belakang, tetapi memberi bimbingan), menonjolkan pentingnya otonomi siswa sambil memberikan dukungan yang lembut. Warisannya jauh melampaui Taman Siswa. Kini, beliau dihormati sebagai " Bapak Pendidikan Indonesia." Hari kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia.
2. Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini, lebih dikenal dengan sebutan Kartini, adalah Pahlawan Nasional Indonesia yang berjasa dalam perjuangan pendidikan di Indonesia. Lahir dari keluarga priyayi pada tahun 1879, Kartini muda menyaksikan langsung keterbatasan pendidikan dan kesempatan yang dialami perempuan pada masa itu.
Kartini muda memiliki jiwa yang ingin maju dan pikiran yang kritis. Beliau gelisah melihat tradisi pingitan yang membatasi ruang gerak perempuan serta minimnya akses pendidikan formal.
Kartini menyerap berbagai ilmu pengetahuan dan pemikiran modern dari Barat berbekal ketekunan belajar secara otodidak dan melalui surat-menyurat dengan kenalan Belanda.
Melalui surat-suratnya yang kemudian dibukukan dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang", Kartini menyuarakan pentingnya pendidikan bagi perempuan.
Bagi Kartini, pendidikan adalah kunci untuk membuka wawasan perempuan, meningkatkan taraf hidup, dan memperjuangkan hak-haknya. Ia meyakini bahwa perempuan yang berpendidikan mampu menjadi ibu yang cerdas dan mandiri, sehingga dapat turut berkontribusi dalam kemajuan bangsa.
Kartini dikenang sebagai pelopor kebangkitan perempuan Indonesia. Hari kelahirannya, 21 April, diperingati sebagai Hari Kartini untuk mengenang jasa-jasanya dan sebagai pengingat akan pentingnya kesetaraan gender di Indonesia.
3. Dr. Wahidin Sudirohusodo
Lahir di Yogyakarta pada 7 Januari 1852, Dr. Wahidin Sudirohusodo menimba ilmu di berbagai sekolah, termasuk Sekolah Dokter Djawa di Batavia (sekarang Jakarta).
Beliau melihat keterbelakangan pendidikan sebagai salah satu faktor penyebab penderitaan rakyat Indonesia di masa penjajahan Belanda, dan bercita-cita agar generasi muda Indonesia bisa mengenyam pendidikan yang baik. Tokoh pahlawan pendidikan di Indonesia ini aktif berdiskusi dan bertukar pikiran dengan para pelajar, khususnya pelajar Sekolah Dokter Djawa (STOVIA).
Pada tahun 1908, atas dorongan Dr. Wahidin, para pelajar STOVIA mendirikan organisasi Budi Utomo. Organisasi ini menjadi tonggak penting dalam sejarah kebangkitan nasional Indonesia. Meskipun Dr. Wahidin sendiri tidak ikut serta dalam pendiriannya, perannya dalam menyulut semangat para pelajar sangatlah besar.
Dr. Wahidin Sudirohusodo wafat pada tahun 1917. Atas jasanya dalam membangkitkan semangat nasionalisme dan memajukan pendidikan Indonesia, beliau dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1973.
4. KH. Hasyim Asy'ari
KH Hasyim Asy'ari, tidak hanya dikenal sebagai ulama besar pendiri Nadhlatul Ulama (NU) tetapi juga pahlawan nasional Indonesia sekaligus pahlawan pejuang pendidikan Indonesia.
Lahir di Jombang pada tahun 1871, beliau dididik dengan baik dalam bidang ilmu agama sejak dini. KH Hasyim Asy'ari kemudian meneruskan pendidikannya ke berbagai pesantren ternama, memperdalam ilmu fiqh, tafsir, dan hadis.
Sekembalinya dari menimba ilmu, KH Hasyim Asy'ari mengajar di pesantren ayahnya di Jombang. Tak lama kemudian, beliau mendirikan Pesantren Tebuireng pada tahun 1899. Pesantren ini berkembang pesat menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Indonesia.
KH Hasyim Asy'ari dikenal dengan keteguhannya dalam mempertahankan tradisi dan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Beliau melihat pentingnya menjaga keutuhan umat Islam Indonesia di tengah keragaman paham keagamaan.
5. Raden Dewi Sartika (1884-1947)
Seorang bangsawan dari Jawa Barat, pahlawan pejuang pendidikan Indonesia ini menyaksikan langsung keterbatasan yang diberikan kepada perempuan dalam masyarakatnya. Mereka sebagian besar terbelenggu pada tugas domestik dan tidak diberi kesempatan untuk belajar.
Didorong oleh keyakinan kuat bahwa pendidikan memiliki kekuatan untuk memberdayakan perempuan, Raden Dewi Sartika mendirikan sekolah perempuan pertama di Bandung pada tahun 1904, yaitu "Sekolah Istri" (Sekolah Istri). Sekolah ini bertujuan untuk membekali perempuan dengan keterampilan praktis seperti menjahit, memasak, dan mengasuh anak, di samping literasi dasar dan pendidikan agama.
Namun, visinya melampaui urusan domestik. Beliau percaya perempuan yang berpendidikan bisa menjadi ibu yang lebih baik dan berkontribusi secara berarti bagi masyarakat. Advokasi tanpa henti dari Raden Dewi Sartika dan keberhasilan sekolahnya menginspirasi pendirian lebih banyak sekolah perempuan di seluruh Indonesia.
6. Rohana Kudus (1884-1935)
Seorang pengusaha dan penulis Minang dari Sumatera Barat, Rohana Kudus mengambil pendekatan yang berbeda. Tulisan-tulisannya, yang sering dimuat di surat kabar Islam, menantang norma sosial yang ada yang membatasi pendidikan perempuan.
Rohana Kudus berpendapat bahwa Islam justru mendorong pencarian ilmu pengetahuan bagi laki-laki dan perempuan. Beliau percaya perempuan yang berpendidikan tidak hanya bisa menjadi ibu yang lebih baik tetapi juga berkontribusi pada pembangunan sosial dan ekonomi.
Pejuang pendidikan Indonesia ini melangkah lebih jauh dari sekadar mengadvokasi pendidikan; beliau mendirikan sekolah agama untuk anak perempuan di kampung halamannya di Padang Panjang pada tahun 1911. Sekolah ini menyediakan perpaduan unik antara pendidikan agama dan pendidikan sekuler, termasuk mata pelajaran seperti matematika dan sains.
Perjuangan pendidikan di Indonesia masih panjang. Bersama Putera Sampoerna Foundation, mari kita lanjutkan perjuangan pendidikan guna mewujudkan Indonesia yang lebih baik.